Luwu Timur, Kutipnusantara– Sebuah video perkelahian antara tiga pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Luwu Timur menjadi viral di media sosial, memicu berbagai reaksi dari masyarakat.
Kejadian tersebut berlangsung di Jembatan Tarengge, Desa Lampenai, Kecamatan Wotu, pada Rabu, 18 Desember 2024.
Ketiga pelajar yang terlibat, NR (14), RF (12), dan NC (12), berasal dari dua sekolah yang berbeda.
NR dan RF adalah siswi SMP 1 Wotu, sedangkan NC bersekolah di MTs Pergis Wotu.
Perkelahian mereka terjadi akibat perselisihan kecil yang berlarut-larut selama beberapa hari.
Menurut keterangan Kasubsi Humas Polres Luwu Timur, Bripka A. Muh. Taufik, perselisihan dimulai pada Senin, 16 Desember 2024, ketika NC meneriaki NR dan RF dengan ejekan.
“Apa lihat-lihat, ada utang ka,” saat keduanya sedang duduk di depan rumah NC.
Teriakan tersebut diulangi lagi oleh NC saat RF melewati rumahnya menuju pabrik kelapa di sore hari.
Puncak dari konflik ini terjadi pada Rabu, ketika NR dan RF bertemu dengan NC di sebuah tempat makan.
NC memprovokasi dengan memainkan gas motor, yang memicu kemarahan NR dan RF.
Ketiganya kemudian terlibat dalam perkelahian di atas Jembatan Tarengge.
Video yang beredar memperlihatkan ketiganya saling menarik rambut dan saling jatuhkan di tengah tawa beberapa orang yang merekam kejadian tersebut.
Setelah insiden itu, Polsek Wotu segera mengambil langkah.
Ketiga pelajar yang terlibat, bersama beberapa saksi, dipanggil untuk menjalani proses mediasi yang melibatkan orang tua, pihak sekolah, serta perwakilan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
“Setelah dilakukan mediasi, kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dan telah menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut,” jelas Bripka Taufik.
Viralnya video perkelahian ini menyoroti perlunya perhatian lebih terhadap konflik antar pelajar serta penanganan yang tepat untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Polisi berharap insiden ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama para siswa, untuk lebih mengedepankan penyelesaian masalah melalui dialog dan bukan kekerasan.